Perkembangan BUMDes LKM di NTB
admin
12 Agustus 2011 ARTIKEL
Taslim Sjah
Pada 2003 Bank Dunia (World Bank) memberikan bantuan keuangan kepada 214 desa di Nusa Tenggara Barat (NTB). Bantuan tersebut dikelola secara khusus melalui Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD). Dua tahun kemudian pada 2005, GTZ ProFi melakukan studi yang menemukan fakta sebagian besar UPKD mati suri: hidup enggan mati sungkan. Statis dan Jalan di tempat. Menyadari fakta itu, GTZ ProFI ber-inisiatif membantu pengembangan UPKD dengan membentuk Badan Usaha Milik Desa yang mengelola Ke-uangan Mikro, yang kemudian dikenal dengan BUMDes LKM.
Hasilnya perlahan tapi pasti mulai terlihat. Pada 2007 GTZ ProFI tercatat berhasil mengaktifkan kembali 102 UPKD di 7 kabupaten di NTB. Pada 2009 tercatat telah lahir 62 BUMDes LKM di 3 kabupaten dengan kualifikasi: 22 BUMDes LKM kelas A dengan kriteria laba di atas Rp 50 juta pertahun, kredit sehat, pembukuan standar, laporan standar dan tepat waktu; 6 BUMDes LKM Kelas B dengan kriteria mempunyai laba dan pembukuan stan-dar, 34 BUMDes LKM yang memiliki potensi dikembangkan.
Merujuk kepada hasil kualifikasi di atas, bisa dikatakan terbuka peluang besar BUMDes LKM di NTB meningkatkan dirinya menjadi lebih baik kualifikasinya. Sehingga dapat berdampak besar bagi perkembangan perekonomian daerah secara umum. Keberadaan BUMDes LKM dapat dikatakan unik. Mengapa demikian? Lembaga ini merupakan lembaga keuangan yang bukan bank tapi juga bukan koperasi. Lingkup pendirian hanya di tingkat desa, dengan modal awal pendirian di-bawah Rp. 1 Milyar, sementara modal pendirian bank minimal Rp. 1 M. Pinjaman yang diberikan juga skala mikro, dari Rp. 250 ribu-Rp. 5 juta). Sedangkan BUMDes LKM dikatakan bukan koperasi karena pendiriannya merujuk kepada UU Otonomi daerah, bukan UU tentang Koperasi.
Dukungan BUMDes LKM
Saat ini keberadaan BUMDes LKM telah didukung seperangkat kebijakan dari tingkat nasional maupun lokal. Di tingkat nasional misalnya, terdapat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya pasal 213. Ada pla Peraturan Pemerintah (PP) 72 tahun 2005 tentang Desa dan Keputusan Bersama Menkeu, Mendagri, Menkop dan Gubenur BI pada bulan September 2009 tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro.
Sementara di tingkat provinsi NTB, keberadaan BUMDes LKM menjadi salah satu visi yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB 2009-2013. Begitu pula di tingkat kabupaten telah disahkan regulasi tentang BUMDes LKM. Di Kabupaten Lombok Utara ada peraturan Nomor 29 Tahun 2009, di Kabupaten Lombok Barat termaktub dalam peraturan Nomor 25 Tahun 2009, di Kabupaten Lombok Timur tercantum dalam peraturan Nomor 22 Tahun 2009 dan di Kabupaten Sumbawa termuat dalam peraturan Nomor 22 Tahun 2009.
Selain dukungan perangkat kebijakan dari pemrintah tersebut, dukungan yang besar juga terus menerus diberikan GTZ ProFi berupa penguatan kapasitas sumberdaya manusia, dukungan pembiayaan, dan peningkatan kemampuan manajemen. Beberapa dari kegiatan pengembangan kapasitas tersebut dilakukan bekerjasama Transform sebagai LSM yang memiliki sumberdaya untuk itu.
Tetapi tentu saja yang harus dicatat dengan penekanan khusus adalah dukungan dari masyarakat sendiri. Inilah sejatinya dukungan yang paling besar dan paling signifikan artinya yang membuat BUMDes LKM bisa berkembang cukup baik sejauh ini. Masyarakat adalah ujung tombak, pelaku terdepan dan penerima manfaat utama dari kehadiran BUMdes LKM. Dukungan kebijakan dari pemerintah dan dukungan penguatan dari lembaga seperti GTZ-Profi dan Transform tak lebih sebagai faktor pendukung yang memang sangat perlu tetapi sekaligus tak berarti apapun jika masyarakat tak memberikan dukungan yang besar.
Manfaat BUMDes LKM
Dalam perjalanannya 2-3 tahun terakhir, tampak makin jelas kehadiran BUMDes LKM telah memberikan manfaat besar bagi masyarakat. Antara lain berupa penyediaan sumber modal bagi pemenuhan kebutuhan keuangan mikro termasuk untuk pembiayaan usaha produktif masyarakat. BUMDes LKM juga berkontribusi terhadap peningkatan signifikan pendapatan desa yang diperoleh dari 25% laba BUMDes LKM.
Sejak Juni 2010, program GTZ-ProFI untuk membina BUMDes LKM di NTB berakhir. Pembinaan lanjutan dilakukan Lembaga Transform dengan fokus utama mendorong percepatan terjadinya penguatan dan peningkatan kapasitas kelembagaan BUMDes LKM. Beberapa langkah strategis yang Transform lakukan antara lain pelatihan dan pendampingan teknis, penguatan manajemen dan mutu pelayanan, serta pengembangan media dan proses diseminasi informasi tentang BUMDes LKM.
Semua upaya tersebut dimaksudkan agar BUMDes LKM dapat berperan lebih banyak dan memberi manfaat lebih besar bagi peningkatan taraf kehidupan ekonomi rakyat di pedesaan. Tempat dimana mayoritas rakyat berada dan menjalani kehidupannya.
Kondisi Terkini
Seperti diuraikan di awal tulisan, GTZ ProFi telah membina BUMDes LKM di empat kabupaten: Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Timur dan Sumbawa. Sampai akhir 2010 BUMDes LKM binaan GTZ-ProFi berjumlah 49 unit. 26 unit masuk kategori kelas A, 11 unit kelas B dan 12 unit kelas C. BUMDes LKM kelas A rata-rata telah mendapat pembinaan intensif dari GTZ-Profi berupa pembinaan teknis dan manajemen. Ciri khusus BUMDes LKM kelas A antara lain lebih mandiri dengan memperoleh laba minimum sebesar Rp 50 juta tiap tahunnya.
Tentu saja kita patut bersyukur dengan fakta cukup banyaknya BUMDes LKM di NTB yang masuk kelas A. Sekalipun demikian upaya mempertahankan kualifikasi A harus terus dilakukan sembari meningkatkan standar kualifikasi BUMDes LKM lainnya yang masih belum masuk kelas A.
Dari Tabel 1 dan 2 yang termuat di tulisan ini, terlihat struktur modal, aset, tabungan, kredit yang tersalurkan, laba dan indikator kinerja lainnya dari BUMDes LKM di NTB. Minimal modal BUMDes LKM saat ini Rp 60 juta, bahkan ada yang mencapai lebih dari Rp 500 juta. Ketersediaan modal didukung pula ketersediaan aset yang jumlahnya berkisar dua kali lipat dari jumlah modal. Aset BUMDes LKM berkisar antara Rp 90 jt-Rp 1,7 milyar.
BUMDes LKM telah mampu menyalurkan kredit kepada masyarakat sambil juga melayani masyarakat yang berniat menabung. Antara jumlah kredit yang dikeluarkan dengan tabungan masyarakat yang tersimpan di BUMDes LKM, memang masih tampak timpang. Jumlah penabung masih sangat terbatas. Ini bukan berarti BUMDes LKM kurang dipercaya, tetapi lebih kepada fakta rendahnya tingkat pendapatan masyarakat desa sehingga mereka tidak mempunyai pendapatan yang cukup untuk menabung. Keadaan ini sekaligus memberi petunjuk tentang perlunya suntikan dana luar untuk mendorong munculnya kegiatan pro-duktif di pedesaan. Kredit yang disalurkan BUMDes LKM diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi pedesaan.
BUMDes LKM memperoleh laba dari kredit yang disalurkan kepada masyarakat. Dari Tabel 1 dan 2 tampak semua BUMDes LKM di NTB telah memperoleh keuntungan dari kredit yang dikucurkan. Terendah BUMDes LKM Bungtiang yang hanya mendapat laba Rp 300 ribu. BUMDes lainnya terendah mendapatkan laba Rp 4 juta. Kebanyakan memperoleh laba puluhan juta rupiah. Sementara tiga BUMDes LKM: Anyar, Selaparang, dan Sukamaju berhasil mendapatkan laba ratusan juta rupiah.
Bagaimana dengan kredit macet? Merujuk data jumlahnya di bawah 10 persen. Hanya ada satu BUMDes yang kredit macetnya hampir 20%. Secara umum BUMDes LKM di Kabupaten Sumbawa mempunyai tingkat pengembalian kredit yang lebih baik daripada BUMDes LKM di Pulau Lombok. Untuk meningkatkan pengembalian kredit pendekatan personal kepada pemakai kredit seringkali lebih berhasil daripada pendekatan lainnya. Hal lain yang menggembirakan, cukup banyak BUMDes LKM di NTB yang mampu mengembalikan modal melebihi tingkat bunga pinjaman bank komersial.
Secara umum kondisi kekinian BUMDes LKM memang cukup baik, tetapi perlu peningkatan kinerja untuk lebih memaksimalkan keberadaan BUMDes LKM sebagai penopang ekonomi desa.
Penutup
Melihat kiprah BUMDes LKM di NTB, kita melihat ada potensi besar yang bisa dikelola untuk menjadikan BUMDes LKM sebagai penopang ekonomi rakyat di pedesaan. Sebagai lembaga keuangan BUMDes LKM mem-bantu masyarakat desa dalam pembia-yaan usaha mereka, sekaligus berkontribusi dalam pembangunan desa.
BUMDes LKM di NTB memerlukan pembinaan lanjutan agar dapat semakin bermanfaat bagi banyak pihak. BUMDes LKM juga perlu didorong untuk terus meningkatkan labanya. Membenahi manajemen keuangan dan sumber dayanya. Ringkasnya perjalan-an BUMDes LKM di NTB masih pan-jang. Semoga makin dikenal makin disayang.
Share to:
Facebook
Google+
Stumbleupon
LinkedIn